Hari itu, Minggu siang saya berangkat lagi ke Yogya bersama teman saya yang sesama orang wonosobo dan satu kost. Dengan naik bis Djatinugroho warna hijau yang terkenal disukai orang wonosobo karena ngebutnya, saya duduk di belakang sendiri bersama teman saya. Melewati area tanjakan Kertek - Kledung - Parakan, tentu dengan kecepatan seperti itu, para penumpang jelas dikocok-kocok. Siapa yang tidak kuat jelas akan mabok darat.. Penumpang tegang hingga Parakan, dan lanjut ke kota Temanggung bis melaju dengan kencangnya selip-selipan dengan bis di depannya. Bis depannya tak mau kalah, kejar-mengejar terjadi... Bis mirang-miring sana sini manuver pontang-panting. Asyik sekali saat itu. Namun alhasil, penumpang di depan saya mabok juga.. cukup banyak juga.. hingga akhirnya beliau turun di daerah Kedu. Hanya satu penumpang saja yang mabok darat saat itu. Bis kembali melaju hingga pasar Kranggan Temanggung, dan terjadi percakapan antara sopir dan kernet
Sopir : Hoi, golekke pasir nggo nutupi utahan... mambu (Carikan pasir buat nutupin kotoran bekas mabok)
Kernet : Waaa mengko disik, nang kene ra ana pasir, anane godhong gedhang, apa utahane arep disurui po? (Nanti dulu, disini gak ada pasir, adanya daun pisang, apa muntahannya mau disendokin pake daun pisang?)
Percakapan itu jelas terdengar penumpang yang 7 orang diantaranya langsung ikut muntah-muntah akibat membayangkan SURU
Suru: daun pisang dilipat dibuat sendok, biasanya dibuat untuk makan bubur berbungkus daun pisang
Prasaku saru
BalasHapusHuahahaha...ak wingi mulih ngebis gak mabuk loh *bangga*
BalasHapussodara sodara, sedoyo lepat nyuwun ngapunten, pindah trit sebelah nggih, karena koneksi burux maka kedobeelll
BalasHapusKalau mau pulkam ke Gunung Kidul, suka mual kalau naik bis elf/tigaperempat,Om...
BalasHapussama aku dulu juga seneng kalau ma'em bubur merah pake suru rasane lebih sedap tinimbang pake sendok ..(dasare pancene aku wong ndeso)
BalasHapuspadakna bubur sumsum baen utahane...wkwkwkwk
BalasHapus