Selasa, 03 November 2009

[bayar utang] Cerita tentang pak Welas..

Suatu ketika saya pergi ke Karawang untuk menjenguk anak dan istri yang saat itu masih di Karawang. Saat pulangnya ke Jogja, dengan bis Sumber Alam, saya bersebelahan dengan seorang bapak yang bernama Pak Welas, asli Bantul namun berdomisili di Kulonprogo. Profesi beliau adalah seorang anggota Dinas Gangguan PLN setempat. Beliau tiba-tiba menceritakan beberapa cerita yang menunjukkan betapa beratnya bekerja sebagai anggota dinas Gangguan PLN.

Pak Welas(dengan bahasa jawa halus): Wah mas, kalau saya bisa kerja yang lain, saya kerja yang lain mas, tapi saya nggak bisa apa apa.. bisanya cuma ini...

Itulah salah satu kata-kata pak Welas.. Beliaupun mulai bercerita banyak hal antara lain adalah suka duka ketika dia harus menghidupkan listrik 14.000 rumah di sekitar Kulonprogo saat gempa Jogja melanda, sementara ibu beliau juga menjadi korban yang alhamdulillah selamat namun terluka parah karena tertimpa kayu besar.

Dimarah-marahin orang karena gangguan alam yang menyebabkan listrik terputus, seperti pepohonan, hujan angin, tiang listrik di sekitar pantai selatan Jawa yang sering sekali berkarat. Dan semua itu harus ditanggung oleh 4 ORANG PERSONEL saja. Bahkan hampir dibunuh orang juga pernah. Kisahnya adalah ketika dia mengadakan program pemangkasan pohon, melewati kebun penghasil gula jawa, pemiliknya tidak terima, dan malah mendatangi pak Welas sambil membawa arit.. Padahal orang tersebut adalah berlabel Haji. Namun sore harinya pak Haji itu mendatangi lagi pak Welas dan meminta potong aja seluruh pohon kelapanya. Ternyata siang itu, anakbuah pak Haji tewas di atas pohon akibat tersengat Listrik.

4 orang tersebut selalu pernah terjadi masalah dengan kecelakaan kerja, jatuh dari tiang akibat tersengat tegangan tinggi juga pasti mereka alami. Belum lagi seorang mantan teman kerja yang telah pindah di Gunungkidul harus meninggal di Transmisi Tegangan Tinggi akibat kesalahan prosedur informasi yang melalui HT. Listrik di pusat telah dihidupkan ketika orang tersebut masih di atas mengahadapi listrik. Pak Welas sendiri pernah koma 3 hari akibat jatuh dari tiang lisrik dengan luka bakar di dada.

Tidak bisa tidur tiap malam karena ada gangguan per rumah maupun per daerah juga harus dihadapi pak Welas dengan pengabdiannya kepada negara tersebut. Saat itu beliau mengatakan: siapapun rasanya kenal dengannya, dan akan mencari dia untuk memarahi. Didemo warga hanya karena salah satu harus diputus sambungan listrik, juga sering dia dapatkan.

Cerita itu mengubah cara pandang saya terhadap gangguan PLN. Sejak saat itu, seperti apapun kondisinya saya berusaha sekali untuk tidak marah-marah atau misuh2 ketika PLN harus mematikan ataupun karena gangguan. Bahkan ketika jaman kost kita juga tahu sendiri, gardu dan subgardu PLN yang ada di sekitar kampus UGM yang sering meledak adalah karena beban di luar kapasitas yang sebenarnya telah terperhitungkan dengan baik.. Jawabannya adalah: pencurian listrik baik oleh rumah dan pedagang kakilima yang seneng nyanthol listrik, adalah hal yang PLN tidak memperhitungkan hal itu, karena memang itu adalah pencurian.

Lebih-lebih disaat seperti saya di Asmat ini, PLN telah ada, PDAM juga, namun mengapa tidak bisa aktif? Justru karena warga asli daerah ini melakukan penyulitan-penyulitan yang membawa primordialisme. Dengan alasan tanah milik nenek moyang, kabel yang melintasi tanah itu saja diminta membayar sewa yang cukup tinggi, begitu pula dengan pipa.. Dengan demikian siapa yang pantas dipersalahkan?

Semoga cerita ini menjadi pembayaran hutang saya kepada adik saya, yang saya janji menceriterakan dari sisi yang akhirnya bisa saya pahami.. Saya tidak memihak PLN, namun kita berusaha melihat dari sisi yang berbeda yang ternyata ada kesalahan di sisi lain itu....


10 komentar:

  1. jarang nyari orang kayak pak welas ....

    BalasHapus
  2. Jadi merasa malu...

    Kita terlalu bergantung pada listrik.

    BalasHapus
  3. Hehe ..

    Jadi malu dan terharu ..
    Malu karena udah marah2, gara2 semaleman ngga bisa tidur akibat kepanasan ngga ada kipas angin (semalem Jakarta mati lampu, dari pukul 23.45 sampe 03.45) ..
    Terharu karena Mas Mbo udah mau susah2 "bayar utang", padahal koneksi terbatas & sibuk pula di Asmat, demi memberi satu sudut pandang baru buat aku ..
    Matur nuwun, Pak Welas dan Mas Mbo .. :)

    BalasHapus
  4. Mungkin itu adalah segelintir kisah dari orang teknis , orang lapangan yang memang sering harus mengabdikan diri ke support.. *jadi mikir kalau saya jadi anggota BUMN PLN :D

    BalasHapus
  5. Perasaan bro Ibnux sama dengan perasaan saya saat itu..

    BalasHapus
  6. Sama-sama Dik.. Ya semoga saya juga tetap bisa menghargai orang orang seperti beliau.. Pernah saya dipaksa untuk mulai marah, yaitu tatkala malam-malam hujan lebat , listrik mati dan Zaki sakit panas.. gak punya uang lagi.. tapi alhamdulillah Zaki kalau sakit malah berusaha menghibur orang tuanya yang sedang pusing.. dan gak kepikir listrik jadinya hehehe

    BalasHapus
  7. hehe.. jd inget morotuwo disandra warga 3 hari dan diancam akan dibunuh, hanya karena mengusut jalur listrik yg dicuri oleh warga setempet...

    BalasHapus
  8. Hooh... nganti kudu ngerahke Sniper brimob seko mako brimob semarang hehe.. Geger sak PLN Solotigo.. seng disandra ono wong 3...

    BalasHapus
  9. weleh koyo pemberantasan teroris nooo

    BalasHapus