Senin, 02 November 2009

[Khayalan-ngayawara] Sesuatu, dari kita, untuk Indonesia.. Sesuatu, dari kita, untuk Papua


Hampir 2 minggu, saya berada di Asmat, rasanya sudah sedikit bosan.. blusukan di Asmat rasanya adalah ya seperti itu seperti itu saja. Saya dan teman-teman akhirnya justru mendapatkan kesimpulan.. Jika kita ke Asmat, apa yang indah dari Asmat, akhirnya di mata kita akan terkalahkan oleh hal yang tidak menyenangkan..

Lho? Apa saja yang tidak menyenangkan? Sulitnya hidup di kota Agats, membuat semua orang malas tinggal disini meskipun ada beberapa gelintir orang Toraja, Jawa, Makassar, yang mereka nekad karena melihat keuntungan diri mereka sendiri ada di kota ini.
Ketiadaan listrik yang diselenggarakan negara (meski ada PLN), ketiadaan PDAM, ketiadaan Telekomunikasi selain Telkomsel yang juga sering njengking akibat overload atau ganti genset.. Ketiadaan jalan darat yang memadai untuk lalu lintas darat, sangat mempersulit kehidupan disini. Air yang diminum orang adalah Air Minum Dalam Kemasan yang didapat dari daerah lain dengan harga yang mahal, atau air hujan yang ditampung. Siapa yang bisa menampung lebih banyak, maka dia akan lebih lama bertahan di musim kemarau.

Ketiadaan Listrik yang terselenggara negara juga membuat iisiatif orang yang mampu untuk menggunakan genset dengan bensin Rp 10.000,00 perliter dengan perkiraan per minggu habis 10 liter. Ketiadaan jalan darat memaksa harga juga makin melambung.. Transportasi air dan udara adalah alternatif pilihan mereka. Transportasi air memiliki beberapa alernatif dengan menggunakan kapal kapal besar seperti KM Kelimutu yang 2 minggu datang 2 kali ke kota Agats, sekali ketika dari Merauke ke Makassar dan Jawa, dan sekali ketika kapal itu balik ke Merauke. Alternatif lain adalah dengan charter speedboat yang biasanya sekitar 12 juta sekali jalan untuk Agats - Timika. Sebuah harga yang sangat mahal untuk sebuah transportasi dengan resiko tinggi.. (kecuali bagi mereka yang suka bertualang).. yang salah salah akan terperosok seperti yang kawan kami alami ketika terperosok ke pulau Tiga, Pulau dimana kru TV7 (Trans7 sekarang) harus hilang di pulau yang kata orang masih ada pemakan manusianya itu.

Segudang masalah disini.. Apa Pendapatan Asli Daerah sini? Hampir pasti jawabnya adalah: TIDAK ADA. Pertanian tidak jalan di lahan gambut asin seperti ini. Jalan seluruhnya adalah jalan kayu. Seluruh Agats.. Beras diimpor dari Jawa, sayuran dari Sulawesi dan Jawa, dan sebagainya. Bagaimana tidak mahal??? Berikut list harga yang bisa saya dapat:

1. Batu Kapak = 5 juta
2. Rumbai semacam koteka = 700 ribu
3. Kacang panjang 5 = 5000
4. Wortel 1 biji = 5000
5. dsb

Kami kaget ketika harus masuk pasar dan menanyakan beberapa harga.. uang di saku yang di Jogja 20.000 kami berani main ke mana mana, harus kami simpan dikumpulkan beberapa kali untuk jajan disini..

Permasalahan lain disini selain Sumber Daya Alam, adalah Sumber Daya Manusia yang terhitung kurang. Sebuah lingkaran setan yang ada disini adalah : SDM yang kurang ternyata membawa solidaritas tinggi kesukuan (karena merasa terdesak orang lain) yang kemudian memencilkan mereka sendiri dan akhirnya menutup mereka dari kemajuan, yang memperendah tingkat SDM mereka juga.. Masyarakat asli disini akhirnya hanya menjadi nelayan, tukang pikul dan segudang pekerjaan kasar lainnya, yang padahal mereka sebenarnya tidak bodoh.. Semua makhluk Tuhan memiliki potensi dimanapun letaknya..

Masalah Papua, apapun, dan dimanapun kotanya, adalah masalah kita juga. Kita tidak bisa berbangga ketika Freeport menghasilkan emas yang justru diambil orang lain, tidak bisa berbangga juga dengan budaya Asmat tanpa kita memperhatikan masalah yang ada di Asmat ini. Seharusnya kita, anak bangsa melihat kondisi seperti ini..

Terbayang satu khayalan untuk membangun sesuatu yang berguna bagi kota Asmat ini dengan cara memotong lingkaran setan SDM dan SDA disini.. Misalnya dengan pembuatan sebuah lomba karya tulis saja Teknologi Tepat Guna, atau Pengembangan Sumber Daya, untuk Asmat, dengan beberapa info awal identifikasi masalah dan potensi Asmat ini dari nara sumber yang ditunjuk, dimana hasil karya tulis harus dapat dipertanggungjawabkan suatu ketika jika memenangkan lomba, dengan implementasi Karya Tulis tersebut... Misal: disini air sungai memiliki debit yang cukup untuk memutar Turbin Air berbagai jenis, yang berpotensi dibuat sebuah pembangkitan tenaga Listrik. Atau misal lebih hebat, berlaku seperti orang Belanda dalam membuang air laut dari depresi continental yang ada di negaranya..

Tetapi.. ini baru sekedar catatan awal , catatan perjalanan , dan sekaligus Curhat tentang keprihatinan bahwa masih ada bagian negara kita yang seperti ini.. Hiks..

Namun, semoga dari tulisan yang ngayawara ini juga ada sebuah tindakan lanjut yang akhirnya bisa sedikit demi sedikit, dari Multiply -ku Untuk Indonesiaku

12 komentar:

  1. Hmm ..
    Bener2 gambaran ketidakmerataan ya, Mas ..
    Mudah2an ada pejabat yang baca .. :D

    BalasHapus
  2. hemmm...br tahu kondisi daerah sana gambarannya kayak githu..
    duh nieh kabinet baru,,cpet tindak lanjutin tuh...itu msih wilayah indonesia kan?/

    BalasHapus
  3. Satu lagi alasan yang diakui oleh para warga sini juga.. bahwa Pola pikir masyarakat disini ternyata tidak kooperatif.. Primordialisme dalam bentuk kesukuan mereka ciptakan sendiri sehingga mereka menutup segala sesuatu dari luar. Segala sesuatu yang datang dari luar dimintakan membayar.Contoh paling gampang adalah: Ternyata PLN dan PDAM telah siap.. Sayang sekali ternyata pipa yang harus melewati tanah "milik nenek moyang" mereka, atau kabel yang melintasi atas rumah mereka diminta bayar kepada mereka.. Jika telah begitu kemudian Pemda menyalahkan warga.. salah nggak ya?

    BalasHapus
  4. Iya mbak.. tambah lagi neh (setiap reply ditambahin 1 curhat hahaha) Ternyata, masyarakat disini hidup dalam kekinian.. apa yang telah didapatkan hari ini, semisal gaji, habis dalam hari itu, besok pagi maka dia mencari ke alam. Jika alam tidak ada maka dia menuntut lagi ke Pemerintah atau atasannya yang dituduh telah membuat alam mereka jauh dari tanah mereka..

    Saya yakin kok bapak ibu yang ada di DPR dan di Kabinet itu cerdas dan mampu menghadapi masyarakat seperti ini

    BalasHapus
  5. Kapan kang sampeyan mrene heheheh.. suk tak tambahi lengkap nang Jogja kang

    BalasHapus
  6. cerdas dan mampu, mgkin..tp sadar dan aksi mgkin ya.....masih ditanyakan..
    mg aja nggak pura2 nggak tahu dan tak ambil peduli..

    BalasHapus
  7. hehehe mudah mudahan sih yang sekarang ini bertindak lebih hebat dari gaji yang mereeka terima... kita doakan saja

    BalasHapus
  8. Diduk likes this *gambar jempol ngacung

    BalasHapus
  9. *nganti kleru jari tengah .. awas

    BalasHapus
  10. Hahahahah... nek wis nek ngono dimut wae hahaha

    BalasHapus