Kamis, 16 Agustus 2012

Tidak sukanya saya dengan tradisi di bulan Ramadan dan tradisi Lebaran

Idul Fitri adalah hari raya umat Islam. Lebaran adalah tradisi. Sudah sejak lama bangsa ini mengenal tradisi ini secara salah kaprah. Idul fitri dan menjelangnya adalah kondisi yang tidak saya sukai. Bulan Ramadan harusnya adalah bulan rahmat. Namun tradisi dan kegilaan orang-oranglah yang membuat Ramadan menjadi sebaliknya.

  1. Takut mati kelaparan. Pelaku puasa (tidak cuma orang Islam) menjadi takut mati kelaparan. Biasanya makan sehari dua kali cukup sepiring-sepiring, bulan Ramadan menjadi over. Alasannya menjaga kebugaran ketika puasa. Sahur over dengan 'ngeladuk kurang deduga' karena takut nanti siangnya lapar, dan buka dengan memasukkan segala yang mungkin masih bisa masuk, dengan alasan mengganti nutrisi tubuh. Biasanya juga ndak apa apa..
  2. Aji mumpung untuk makan enak. Biasanya kolak juga tidak harus, makanan-makanan yang tidak biasa juga tidak harus, tetapi justru di dalam bulan Ramadan, kolak harus ada, makanan-makanan manis juga harus ada. Padahal ajarannya cukup: "berbukalah dengan air"
  3. Acara-acara tidak karuan. Acara yang sering disebut dengan ngabuburit dan lain sebagainya, thongkrong dan kongkow tidak jelas, adalah salah satu alasan saya tidak suka dengan tradisi di bulan Ramadan. Kadang bahkan ada acara maut seperti balapan motor bodong dan lain sejenisnya. Acara buka bersama kadang diadakan sekedar acara makan bersama. Sering ditemui bahwa acara buka bersama justru melalaikan kewajiban sholat Magrib. Bahkan lucunya, Ramadan saja kadang belum diputuskan kapan.. tetapi justru acara buka bersama sudah lengkap 30 hari
  4. Lalu lintas kacau. Menjelang Maghrib, orang seperti kesetanan untuk pulang, takut tidak kebagian. Sehingga jalan pada ngebut-ngebut dan pada sok-sokan. Pengalaman seorang saudara saya kecelakaan motor gara-gara kondisi menjelang magrib ini.
  5. Mushola dan masjid mengeraskan suara keluar hingga taraf mengganggu. Saya suka suasana syahdu seperti daerah pesantren. Namun kadang masjid-masjid kota justru yang biasanya sepi, di hari-hari bulan Ramadan mengeraskan suaranya hingga taraf mengganggu. Pengalaman tinggal di sebelah masjid di daerah Surokarsan dulu, masyarakat sekitar masjid dijamin susah untuk istirahat. Sementara kondisi kakek saya dulu adalah perlu istirahat. Pagi jam 2 sudah dibangunkan sahur dengan keras. Hingga kuliah subuh, dan setelah itu lagu-lagu islami dikeraskan. Pasca dhuhur ada wiridan juga dikeraskan. Ashar hingga magrib pengajian tidak henti dilepas dengan TOA. Isya, tarawih, dan hingga tadarrus Quran hingga jam 11-12 malam.
  6. Heran juga dengan suara petasan. Saya pernah mencoba sesekali beli petasan untuk anak saya harganya sekitaran 8-10 ribu. Saya setiap malam bisa dengar petasan dari orang-orang yang thongkrong di jalan depan rumah bisa dari jam magrhib sampai tengah malam. Cukup kaya sepertinya. Sementara efek gangguan terasa ke seluruh warga
  7. Acara televisi yang katanya acara makan sahur atau lain-lainnya, justru penuh dengan acara pelecehan orang lain dan justru mengajarkan cara hidup yang tidak benar. Acara macam ini justru menampilkan artis yang berpenampilan dan bersikap tidak sesuai dengan jenis kelaminnya.
  8. Sweeping tempat makan di jam siang. Ini adalah perihal bodoh. Seharusnya orang puasa adalah menahan diri. Bukan lantas orang lain yang diminta peduli. Syukurlah Wonosobo tahun ini warung tetap buka. Sweeping warung itu tidak hanya berefek buruk bagi orang yang tidak beragama Islam. Namun justru orang yang sedang berhalangan, akan makin sulit mencari tempat makan. Padahal orang status berhalangan adalah orang yang seharusnya dimudahkan.
  9. Mudik, mau tidak mau sudah menjadi keharusan. Ini adalah tradisi. Bagi orang macam saya, jelas repot, ketika mudik ke mertua jauh, yang keluarga sendiri merasa dianggap kita berlaku berat sebelah. Padahal mudik jelas di tingkat nasional saja sudah membawa efek lumayan berat.
  10. Harus pakaian baru, serba mahal, sekedar untuk kelihatan. Ini pun tradisi yang sudah susah diubah.
  11. Acara silaturahim baik kampung maupun keluarga, justru membuka lembaran gunjingan baru. Pakaian dan perhiasan yang ditampakkan akan memancing perlombaan 'wah'. Saling pamer apapun yang dipunyai.
  12. Menjelang dan setelah Ramadan, jalan menjadi kotor karena petasan. Harusnya segala macam gangguan itu tidak ada, jika benar-benar konsep Rahmatan Lil Alamiin diterapkan. Saya saja yang beragama Islam terganggu, apalagi yang bukan.
  13. Boros. Dari beberapa point di atas, yang paling terasa adalah boros. Segala hal berusaha dibeli untuk momen Ramadan dan Lebaran.
  14. Malas. Orang menjadi punya alasan untuk malas. Seperti saya pun terkena efek juga. Misal, biasanya di hari biasa, tidur saja cukup 4 jam. Namun justru di bulan puasa bisa lebih banyak melakukan tidur dengan alasan mengantuk karena malam sahur. Di tingkat instansi lebih terasa ketidak efektifannya.. baik instansi pemerintah maupun swasta.
  15. dan masih banyak lagi.
Saya tidak suka dengan tradisi-tradisi ini. Memang ada tradisi lain seperti saling meminta maaf, yang akhirnya menjadi momen mumpung untuk orang yang kadang malu meminta maaf di hari biasa, mudik, juga meski saya tidak suka, namun memang memberi efek lain seperti bisa mencairkan hubungan kembali dengan saudara, barangkali selama satu tahun terdapat kebekuan.

Saya kadang berharap, suatu ketika berlebaran di suatu tempat bersama keluarga sendiri, dan justru terdapat kerinduan, baik merindu atau dirindu dengan kampung halaman baik kampung halaman di tempat orang tua dan mertua. Saya juga kadang berharap, puasa Ramadan itu seperti orang berpuasa sunnah. Tidak perlu terlihat dan berefek gangguan apapun terhadap lingkungannya. Nah itu adalah curhat versi saya. Wallahua'lam

55 komentar:

  1. Yang tidak saya sukai adalah tradisinya. Sedangkan seharusnya suasana beribadah menjadi semakin syahdu.

    BalasHapus
  2. Aku suka denga point yang ke 8. Terimakasih bahwa mas Bimo sudah mengangkat topik ini.
    Itu yang kadang membuat saya bingung.. Dalam agama saya (Katolik) pun kami diajarkan untuk puasa yaitu menjelang masa Paskah tetapi kok tidak ada yach istilah sweeping gitu lho? Maksudnya. yach bagi kami - justru puasa itu adalah suatu ujian. Bisa tidak kami menahan nafsu, lapar dsb?
    Maaf lho tidak bermaksud rasis atau sebagainya hanya saja agak janggal gitu lho kalau sampai ada yang disweeping segala...

    BalasHapus
  3. Sweeping itu tidak ada ajarannya lho.. :D Saya juga heran ada daerah yang seperti itu. Tidak hanya puasa Ramadan. Kan ada puasa lain juga seperti sunnah, dan itu tidak perlu ada perubahan irama kehidupan dan juga sweeping tempat makan. Orang yang bisa berpuasa adalah orang yang kuat menahan lapar dan tentu orang sehat. Bagi yang sakit tidak berpuasa, tapi kalau tidak ada tempat makan buka bagaimana?

    Bagi saya juga, orang puasa itu adalah menahan diri. Jadi kalau iman mereka kuat harusnya lihat warung makan pun tidak akan ingin makan. Ya itu sangat-sangat aneh bagi saya :D

    BalasHapus
  4. duh kok saya terlena ya... harusnya milik saya ituuuuuu :(

    BalasHapus
  5. Saya juga malas nonton acara televisi pas sahur.
    Dulu di era 90 an biasanya diisi dengan ceramah atau dokumenter (seperti jejak rasul). Sekarang isinya bencong ngelawak --"

    BalasHapus
  6. dan itu ditonton anak kecil... :(

    tradisi jaman dulu masih mending lho... bagus bagus.. sekarang kacau wis..

    BalasHapus
  7. ketembak.. njengkang.. sido dodolan wedang ra bung!!

    BalasHapus
  8. lha ayoo.. ora mung teh.. lha arep ngobrol privat nandi kiye :D

    BalasHapus
  9. Setuju semua saya..
    Kenapa ramadhan dijadikan hal duniawi belaka
    Sedang yang seharusnya ditambah disaat ramadhan malah tiada,
    Semisal, dzikir, sholawat, sholat2 sunnah, mengaji, sedekah, yang semua itu dilakukan personal. Karena ramadhan itu adalah bulan yang dikhusukan oleh Allah tuk setiap hambanya semakin dekat denganNYA secara pribadi

    BalasHapus
  10. keluarga saya termasuk abangan.. Kemarin di masjid sebelah memanggil ustad terkenal dan prosesi ceramahnya melalui TOA. Bapak saya berkata: "Lha ceramah kaya wong nesu-nesu ngono".. sebenarnya format TOA nya kalau tidak kenceng, tidak akan seperti itu :D

    BalasHapus
  11. neng masjid kampungku masalah pengeras suara dah dibatasi bgt. Soale kiwo tengene nonmuslim jadi menghormati mereka untk istirahat dg tdk tganggu

    BalasHapus
  12. harusnya seperti itu.. Masjid harus membawa rasa aman juga buat sebelah-sebelah e.. Nek nang ndesa kadang malah kepedulian e isih sip tenan

    BalasHapus
  13. bar kui puasa2 misuh2 marga diuji karo gerombolan multupid + step + pes

    BalasHapus
  14. Saya tidurnya kebalik, siang jadi malam, malam jadi siang :( hiks

    BalasHapus
  15. ya ndak apa apa asal produktip :D

    BalasHapus
  16. lha piye, sisan po mbak janjian e

    *kangen golek welut

    BalasHapus
  17. Hehe.. cen kok.. aras-arasen.. iki kudune wis wiwit gawe kupat, mualezz poll, tuku wae po yo? *boros*

    BalasHapus
  18. wah tenan je aku pengin welut.... kemecer... :(

    BalasHapus
  19. aku ya ngono, bar saur pengine turu meneh. tangi jam 9

    arep dadi apa

    BalasHapus
  20. lebaran jor2an, abis lebaran tingak tinguk cr utangan sampe nunggu gajian

    BalasHapus
  21. Saya sendiri pernah bubarin darusan yang sampek subuh..
    Niat darus apa ganggu orang istirahat

    BalasHapus
  22. Kebanyakan tidur opo produktip? :|

    BalasHapus
  23. tambah satu lagi tradisi brengseknya ...
    jelang buka, anak2 muda ngabuburit bareng dengan tata cara yg lo sebut diatas, abis buka mereka tawuran ... it happens, you should go to west jakarta at ramadhan, especially in latumeten, kalipesing, cengkareng, etc

    BalasHapus
  24. wonosobo jg bang???aiisshh qt sekampung nyatanyo.....*berpelukan dan tuker amplop*

    BalasHapus
  25. Oh iyaaa.. tambah satu Mas.. sing gedubrakan nggugah sahur kaya nggropyok maling, padahal neng kampung padat.. njelehi tenan..

    BalasHapus
  26. jangan dibubarin to mas... suarana yang dipelanin :D

    BalasHapus
  27. TUhhh.. kata orang, mimpi itu adalah kunci.. Tidur sampe mimpi itu produktif. (?)

    Orang kita mimpi terus sampe lupa bangun :D

    BalasHapus
  28. tiap hari dunia berputar mas.. tergantung milih atas apa bawah... Tapi kalau kasurnya cukup ya sandingan saja

    *kabur

    BalasHapus
  29. jaman nang jogja ang surokarsan, darusan nganggo toa mbak...

    BalasHapus
  30. jangan2 mereka pas sahur akur lagi... sepanjang puasa.. begitu buka breng lagi yak:? :D

    BalasHapus
  31. lho??? WOnosobo? Mana mas...

    amplop kosong saya dituker amplop isi

    BalasHapus
  32. kl di Masjid dekat rumah saya, toa luar untuk adzan dan pengumuman penting saja

    kl untuk kajian/lainnya speaker dalam

    BalasHapus
  33. seharusnya memang seperti itu mas, sejauh yang diperlukan saja

    BalasHapus
  34. remuk tulisan e.. cowek = woco dewek

    BalasHapus
  35. dugderan ki opo to? neng kene nganggo galon Aqua dinggo tambur, bengak bengok, nuthuk-i cagak listrik... gedubrakan ra karuan, pas neng ngarep omah, bar kuwi mlaku mubeng bengok-bengok neh neng gang mburi omah... tobyat tenaaan! Ra mbayangke ibuk-ibuk sing duwe bayi, mesthi jengkel pas repot nyiapke sahur, bayine melu tangi kebrebegan..

    BalasHapus
  36. iya emang kayak gitu ... gue nanya sama satu orang kru yang tua tuanya kampung di daerah itu ... tiap puasaan kayak gitu ... ababil ababil situ waktu mo buka, nongkrong bareng ... abis buka ato abis tarawih mereka tawuran bikin macet jalan dengan sebab sebab yang gak jelas dan absurd ... parah tuh

    BalasHapus
  37. ngga ngerti juga.. sapa yg bikin tradisi hari raya idul fitri kudu makan2 dengan menu heboh??? belum lagi dengan kue kue keringnya ya?

    tapi... semoga ibadah selama di bulan Ramadhan diterima oleh-Nya...

    BalasHapus