Sabtu, 03 April 2010

[Cerita lagi] Tentang Puncak Syarif

Gara-gara cerita tentang Gunung Sumbing, posting sebelum ini, saya jadi ingin cerita tentang Puncak Syarif Gunung Merbabu, yang narasumbernya adalah Bapak saya sendiri, Angkatan Darat kuno jaman perang dulu.

Gunung, jaman dulu bisa dijadikan sebagai tempat pertahanan militer yang hebat. Beberapa bukti akan hebatnya tempat itu bisa dilihat di lereng-lereng Gunung yang menjadi lokasi diadakannya tower-tower perhubungan angkatan darat di masa lalu.

(dari wikipedia)

Siapa diantara kita yang pernah sampai Gunung Merbabu? Ngacung!! Gunung Merbabu, salah satu gunung yang cukup besar area diameternya, meliputi beberapa kabupaten antara lain: Magelang, Boyolali, dan sebagian ada yang masuk Salatiga. Gunung Merbabu ini memiliki dua puncak terkenal yaitu Puncak Kenteng Songo (sebelah selatan) 3.140 dpl, di atas puncak itu terdapat Lumpang tempat menumbuk padi. Sebelah utaranya terdapat puncak yang sedikit lebih pendek 3020 dpl. Puncak yang lebih pendek ini dinamakan Puncak Syarif. Pendakian dapat dilakukan dari berbagai titik. Titik-titik pendakian yang ramai adalah : Selo, Boyolali ( sisi selatan berhadapan dengan Merapi ), Kopeng ( dari arah utara, masuk ke kabupaten Salatiga), Ngablak, Wekas(Kaponan), dan Cunthel, dari arah kabupaten Magelang atau sebelah barat. Berikut tertemukan gambar komplotan saya jaman masih muda, yang sembarangan duduk di atas batu dekat lumpang Puncak Kenteng Songo..




Menurut bapak saya, Puncak Syarif ini dulu tidak bernama. Hanya saja ada seorang penduduk desa  jaman perang dulu, yang dia tinggal menyepi di atas gunung Merbabu seorang diri. Pak Syarif ini seorang yang cinta terhadap bangsanya dan taat menjalankan agamanya. Dia memiliki sebuah gubug penyepiannya di atas Gunung itu. Yang hebat dari pak Syarif ini adalah, dia selalu tahu jika seorang akan melakukan pendakian. Dari atas dia akan selalu jeli dengan adanya pergerakan mendekati puncak gunung. Beliau juga sangat paham, siapa yang melakukan pendakian, apakah TNI atau musuh. Jika musuh, dia TNI atau bangsa sendiri, maka pak Syarif akan membuat bantuan navigasi dengan menggunakan cahaya. Jika di siang hari beliau akan membuat pantulan matahari dari cermin yang disorotkan ke arah para pendaki, jika malam dia akan membuat lentera yang menjadi suar bagi para pendaki. Jika musuh mendaki, maka beliau akan segera bergerak ke arah yang susah untuk didatangi orang, dan dia akan membuat suar disana, sehingga hal ini akan menyesatkan para pendaki dari kalangan musuh. Dengan demikian gubug pak Syarif ini sesungguhnya akan selalu ramai dikunjungi berbagai macam orang untuk sekedar berteduh atau bertahan disana. Rumahnya ada di sekitar Jembatan Setan Gunung Merbabu.

Sekarang, Pak Syarif telah tiada, dan namanya menjadi nama salah satu puncak Gunung Merbabu tersebut, dimana keindahan matahari terbit sangat damai terasakan disana...

Monggo, kapan mbakar jagung di Merbabu bersama saya... sinambi napak tilas ke sana, kita gawe tilas selama tidak mengotori dan merusak..



Bonus jepretan saya untuk orang orang narsis yang sekarang sudah pada beranak pinak.. (Gambar diambil di Sabana 1 sisi selatan)

34 komentar:

  1. ho oh kang, senenge dolan nang nggunung aku.. pantai males i je, sampeyan wong pantai to

    BalasHapus
  2. enake dadi wong gunung,.. nek aku dadi wong manuk ae lah

    BalasHapus
  3. weh,,... lagi ngerti aku ceritane gitu. tak pikir karena ada pendaki yg tewas disitu yang bernama Syarif. Kapan hyuk jagongan di puncak Merbabu. Aku biasane lewat Wekas, ngecamp di Pak Tiyoso.

    BalasHapus
  4. hiks, akhire durung sida munggah merbabu & gunung2 cedhak ngomah liyane .. heuuu .. T_T

    BalasHapus
  5. hayuk kang!! wenak tenan nek iso munggah rana maning.. ming yo kui , cari kesempatan sing ra diganduli buntut e :))

    BalasHapus
  6. nek akhire, yo salah.. durung berakhir iki :))

    Lha kapan ayo, selama biso mbujuki mbakmu dan zaki, mesti bisa ke merbabu.. Gunung yang hebat.. enak meneh nek pas menjelang piala dunia munggah mrono mbakar jagung .. jan marai kelingan 8 tahun kepungkur

    BalasHapus
  7. hiya, aku san soyo angel kiye. ono gandulan cah cilik hehehe. tp pingin ngejak mbakyu-2ne munggah juga.

    BalasHapus
  8. oh iyo yo, durung berakhir ..
    muga2 impian kita jagongan ning kenteng 9 & syarif keturutan yo, mas .. :))

    BalasHapus
  9. nah cerito tentang nama syarif, mungkin aku yo pengen ngerti juga seka penduduk desa.. Coba yuk kapan kita tanyakan sambil munggah2..


    *kngen gunung ki

    BalasHapus
  10. hahaha suk mben jelas kang, anakku arep tak jak munggah yen fisik e wis memenuhi syarat.. biarlah mereka tahu indahnya kayangan ki koyo ngono kui

    BalasHapus
  11. PASTI dik hihihi, sing penting tumbal e ki sing angel, surat ijin mendaki dari keluarga :))..

    BalasHapus
  12. jadi pos pertahanan, karena letaknya yang tinggi ya...
    di wakatobi juga di seluruh kepulauannya di atas bukit2nya banyak benteng2 sejak jaman portugis yang akhirnya dipakai juga untuk menahan serangan belanda masa lalu, waktu jaman kerajaan Buton Raya...

    BalasHapus
  13. iya mbak.. saya juga ingat di Gunung Lawu juga menjadi tempat bertahan para mantan orang-orang Majapahit dulu, hingga sekarang.. Gimana mbak, kalau njenengan eksplorasi dengan "pisau" mbak Ari, mesti jadi tulisan yang hebat :D



    *saya lagi iri wakatobi

    BalasHapus
  14. Sindoro Sumbing Slamet Merbabu juga masuk kog nanti insya Allah :)
    karena itu termasuk perjalanan hati yang aku lakukan dulu...
    mudah2an tambahan masukan dari mas Bim bisa berguna juga, makasih banget ya mas bim....

    BalasHapus
  15. wekekekeke ..
    aku ngomong masku durung entuk e, mas .. :))

    BalasHapus
  16. pasti nda!!!,.. cerita manuk ndek kene,.. http://4raptor.wordpress.com... ceriat kegiatan nguber2 manuk

    BalasHapus
  17. Menyenangkan, jika masih bisa sempat dan mampu berkelana dan mendaki gunung!

    BalasHapus
  18. sama sama mbak, nanti tak bantu woro woro buku itu wis mbak :D

    BalasHapus
  19. dijak sisan.. kon mengenal perbatasan perbatasan kabupaten e :D

    BalasHapus
  20. owalah.. wong manuk tenan
    mantab gan situs e.. perburungan tenan njenengan

    BalasHapus
  21. memang.. bertualang dengan malam, bertualang dengan bintang, dan berjalan dengan hati di kesunyian memang romantika tersendiri

    BalasHapus
  22. wooo ngono ta critane kiii...
    lagi reti jee, nuwun kanggg....

    BalasHapus
  23. Naik gunung? Apa asyiknya? Capek, pegel. Enakan ke Gunung Agung, naik elevator, pulang2 bawa buku hehehe

    BalasHapus
  24. yo kui ngendikane bapak.. mugo2 bener :D

    BalasHapus
  25. hehehe mas agam, ini mungkin beda hobi ya :D nek saya lebih suka menenangkan diri di pucuk merbabu atau sumbing, atau tidur 2 malam di pasar bubrah Merapi dan pulang membawa capek, dan tidur, setelah itu paginya sudah fresh

    BalasHapus
  26. sing sitok wong pantai, sing sitok wong nggunung. Hehehe aku wong kutho!

    BalasHapus
  27. aku dadi ketok ndesani tenan :D

    BalasHapus
  28. Bertahun-tahun tinggal di Jokja, gunung ini (Merbabu) salah satu gunung yang nggak sempet saya daki. Btw, kalo Gunung Merapi ngeluarin api, kalo Gunung Merbabu ngeluarin apa dong? Babu?

    BalasHapus
  29. hahahaha, bener mas.. ngeluarin babu.. kalau sindoro, ngeluarin ndoro ndoronya babu

    BalasHapus
  30. nek neng merbabu yo mung neng ketep hehehe

    BalasHapus
  31. Sisi utara adalah kabupaten Semarang yang bener, bukan kabupaten Salatiga. Salatiga statusnya Kota.
    Tulisan yang bagus Om....

    BalasHapus